BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setiap manusia pastilah membutuhkan interaksi dengan
orang lain, baik dalam urusan umum ataupun keagamaan. Manusia tidak dapat
terlepas dari hal ini karena manusia adalah makhluk sosial, dan bukanlah
makhluk individu yang dapat hidup sendirian tanpa membutuhkan orang lain.
Disaat berhubungan dengan orang lain itu, ada
aturan-aturan yang harus dilakukan dan dijaga agar hbungan dengan orang lain
itu terjaga kebaikannya.
Selain berhubungan dengan orang lain, pastilah berhubungan
juga dengan tuhan lewat ritual-ritual ibadah yang setiap hari dilaksanakan.
Baik ibadah mahdhah maupun yang lainnya.
Islam dalam hal tidaklah berdiam diri, hal ini telah di
atur semuanya dalam ilmu fiqh dengan segala ketentuannya yang berlaku. Ilmu
fiqh telah membahas semua tanpa kecuali, akan tetapi pada masalah-masalah yang
dahulu belum ada dan belum terpikirkan, fiqh tidaklah membahasnya, begitu pula
syari’ juga tidak menyebtkannya, terus bagaimana hukumnya?
Itulah pembahasan kita kali ini, kita akan membahas ilmu
usul fiqh yang kerjanya adalah membahas dasar-dasar hukum itu bisa ada dan
bagaimana cara mendapatkan hukum itu terutama pada masalah –masalah yang
kontemporer.
Semoga pembahasan ini mendapat petunjuk dari Allah
sehingga memudahkan untuk membuat dan memahaminya, amin
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Pengertian Ilmu Usul Fiqh?
2.
Apa saja objek dan pembahasan ilmu usul fiqh?
3.
Bagaimana Metodologi penulisan ushul fiqh?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Agar memahami pengertian ilmu usul fiqh
2.
Agar memahami objek dan pembahasan yang ada pada ilmu
usul fiqh
3.
Mengetahui metodologi penulisan ushul fiqh
BAB II
ILMU USUL FIQH
A.
PENGERTIAN USUL FIQH
Ilmu dalam hal ini secara bahasa dapat diartikan yakin,
sedangkan menurut istilah mengetahui sesuatu yang ada yang merupakan
kenyataan.”[1]
As-Sayid Muhammad Alwi Al-Maliki dalam bukunya “Syarhu
Mandhumati’l-Waraqat” menyebutkan definisi Usul adalah “Sesuatu
yang dapat di indra atau yang dapat dirasio yang dijadikan pijakan sesuatu yang
lain.” Itu definisi Usul secara bahasa, sedangkan menurut istilah,
maka lafadz ‘Usul’ itu mempunyai empat arti; Pertama Dalil, Kedua
Unggul, Ketiga Pijakan (qoidah) yang tetap, dan Keempat Tempat
pengkiasan.
Sedangkan Fiqh sendiri secara bahasa artinya
“Pemahaman yang mendalam”. Sedangkan menurut istilah adalah Mengetahui
hukum-hukum syar’i ‘amali yang diambil dari dalil-dalinya yang rinci. Maka
keluar dari definisi itu disebut ‘Ahkamu’l-‘Aqliyah seperti ilmu bahwa
satu adalah setengah dari 2, Pengindraan seperti ilmu tentang api itu
panas dan qoth’iyah seperti Ilmu bahwa Allah itu satu. Maka ketiga hal
ini bukanlah disebut fiqh dalam pengertiannya.[2]
Menurut Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :
العلم
بالاحكام الشرعية العملية من أدلتها التفصلية
“Ilmu tentang hukum-hukum
syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."
Sedang Usul fiqh menurut Abdul Wahab Kholaf adalah :
العلم بالقواعد والبحوث التي يتوصل بها الى استفادة الاحكام الشرعية العملية
من ادلتها التفصيلية ( عبد الوهاب خلاف)
“Ilmu
tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang digunakan sebagai alat
untuk memperoleh hukum syara`yang amali dari dalil-dalil yang tafsili”.
Muhammad
Abu Zahrah mendefinisikan
Usul Fiqh sebagai berikut, “Ushul Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan
jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil hukum dari
dalil-dalil yang berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang didasarkan
kepadanya, dengan memberi 'illat (alasan-alasan) yang dijadikan dasar
ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh syara'.”
B.
OBYEK DAN PEMBAHASAN USUL FIQH USUL FIQH
Adapun obyek pembahasan Usul Fiqh itu mencakup berbagi
hal yang secara ringkas sebagai berikut
:
1.
Membicarakan dan
menyelidiki tentang keadaan dalil-dalil syar`i serta menyelidiki pula bagaimana
caranya dalil-dalil tersebut menunjukkan hukum-hukum yang berhubungan dengan
perbuatan mukallaf.
2.
Hukum,hakim,
al-mahkum `alaih (mukallaf, subyek), al-mahkum fih (perbuatan mukallaf, obyek).
3.
Sumber-sumber
hukum
4.
Metode istinbat
hukum/mengeluarkan
5.
Ijtihad,
syarat-syarat, metode, dll.[3]
Dari beberapa
obyek diatas, maka pembahasa ilmu usul fiqh itu mencakup 20 bab[4]
terperinci. Bab-bab itu adalah:
1.
Aqsamu’l-Kalam (Jenis-jenis ucapan/ kalimat)
Sebagaimana
ilmu nahwu yang dimaksud Kalam adalah susunan kata-kata yang membentuk
kalimat yang dapat dipahami artinya. Kalam sendiri dibagi menjadi (a) Khabar
yaitu ucapan yang mungkin mengandung kebenaran atau kesalahan. (b) Insya’
yaitu ungkapan atau kalimat yang berfungsi meminta pemahaman (bertanya) ,
memerintah, ataupun melarang yang kalimat itu tidak bisa disifati dengan
kebohongan atau kebenaran. (c) Thalab yaitu kalimat atau ungkapan yang
tidak mengandung pengertian Insya’ dan Khabar seperti
angan-angan, harapan.[5]
2.
Al-Amr (Perintah)
Perintah
adalah meminta terjadinya perbuatan dengan ucapan atau ungkapan perintah kepada
orang dibawahnya dan perintah itu bersifat wajib. Apabila derajat yang
memerintah dan yang diperintah sama, maka namanya iltimas, dan apabila
dari derajat rendah ke tinggi, namanya du’a atau su’al.[6]
3.
An-Nahy
(Larangan)
Permintaan
untuk meninggalkan sesuatu dengan ungkapan atau kalimat tertentu dari orang
yang derajatnya tinggi ke orang yang derajatnya dibawahnya.[7]
4.
Al-‘Am (Umum)
Am adalah lafadz yang
mencakup arti luas dan tidak terdefinisikan secara jelas tentang maksudnya.
Seperti kata orang Islam, maka yang dimaksud adalah semuanya tanpa terkecuali.
5.
(5) Al-Khas (Khusus)
Khas adalah lafadz yang
mencakup arti sempit dan terdefinisikan secara jelas tentang maksudnya. Seperti
perkataan Ayahmu, Rumah itu dan sebagainya.
6.
Mujmal
Mujmal adalah sesuatu
atau ungkapan yang masih membutuhkan penjelasan seperti (ثلاثة قروء)
7.
Mubayyan
Mubayyan adalah sesuatu
atau ungkapan yang sudah jelas yang tidak membutuhkan penjelasan lagi.
8.
Dhahir
Adalah
lafadz atau ungkapan yang sesungguhnya dan tidak membutuhkan pentakwilan lagi.
9.
Muawwal
Yaitu
lafadz atau ungkapan yang masih membutuhkan penafsiran untuk pemahamannya.
10.
Al-Af’al
Al-Af’al adalah aktifitas
atau perbuatan Nabi SAW di kala hidup-nya mengenai berbagai hal dan hubungannya
dengan hukum syar’i.
11.
An-Nasikh
yaitu
ayat atau hadits yang menggantikan ayat atai hadits yang lama baik secara
lafdzi atau maknawi
12.
Mansukh
Adalah
ayat atau hadits yang di ganti oleh ayat atau hadits yang baru baik secara
maknawi atau lafdzi
13.
Ijma’
Yaitu
kesepakatan para Ulama’ terhadap suatu hukum yang belum tersebut dalam nash
14.
Akhbar dan
Hukumnya
Yaitu
pembahasan tentang khabar-khabar (ungkapan yang mingkin benar dan mingkin
tidak) baik berupa hadits, atsar ataupun yang lainnya.
15.
Al-Qiyas
Adalah
pendekatan pengambilan hukum terhadap perkara yang tidak disebutkan hukumnya
dengan perkara yang disebutkan hukumnya dengan cara tertentu.
16.
Al-Hadhr dan Al-Ibahah
Yaitu
pembahasan hukum baik asli maupun cabang yang tidak disebutkan dalam nash
akan tetapi perkara itu sudah ada sebelum di utusnya Nabi SAW.
17.
Tartibu’l-Adillah
Yaitu
bagaimana dalil-dalil itu digunakan dengan sistematis tertentu sehingga dapat
ditentukan takhsis dan taqdimnya misalnya
18.
Wasful Mufti,
Mufti adalah orang yang
mampu memberi fawa kepada orang lain dalam suatu urusan yang belum tersebut di
dalam nash
19.
Mustafti
mustafti adalah orang yang
meminta fatwa dan taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa
mempedulikan bagaimana orang tersebut mendapatkan hukum.
20.
Ijtihad
Adalah
Usaha keras ahli fiqh untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam menghasilkan
hukum syar’i karena hukum tersebut tidak tersebut di dalam nash
C.
METODOLOGI PENULISAN USHUL FIQH
Ushul Fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu yang mengkaji
cara-cara mengistimbat hukum (red:Thuruq istinbaat), atau membahas Metodologi
Ijtihad (red: Manaahij al-Ijtihad) nanti dikenal pada abad ke 2 Hijriyah. Setelah
Imam Syafi'i menulis kitab ar-Risalah yang dianggap sebagian besar ulama
sebagai literatur pertama Ushul Fiqh.
Ada
3 metode penulisan ushul fiqh setelah masa Imam Syafi'i :
1.
Metode Mutakallimin yang banyak diminati para pakar
teologi islam baik dari kalangan ahlu al-Sunnah maupun mu’tazilah ataukah dari
kalangan syiah . Ciri khas metodologinya adalah merumuskan kaedah2 filsafat
hukum ( Qawaid usuliyyah ) yang dilegitimasi dengan logika seperti ketika
mereka menggagas masalah teologi
2.
Metode
Fuqaha/Hanafiyah yang dikembangkan para fukaha khususnya dari kalangan Ahnaf.
Metode ini penekanannya adalah merumuskan kaedah2 usuliyyah dengan prosedur
yang berbeda dari kalangan pertama, karena perumusan kaedah pada metode ini
sangat diilhami dan dipengaruhi oleh masalah2 hukum yang sudah terkodifikasi
secara bertebaran di buku2 hukum yang ada.
3.
Metode yang
menggabungkan kedua metode diatas. Metode ini merumuskan kaidah-kaidah
ushuliyah dan memberikan contoh dari furu' fiqh. Metode inilah yang banyak
mewakili penulisan literatur ushul fiqh sejak akhir abad ke 7 Hijriyah sampai
awal kebangkitan pemikiran Islam modern.[8]
D.
FAEDAH USHUL FIQH
Ilmu usul fiqh bukanlah fiqh, tetapi ia sangat berguna
bagi kelangsungan ilmu fiqh. Karena ilmu usul fiqh membahas bagaimana kok hukum
di fiqh itu ada dan bagaimana cara mendapatkan hukum itu. Diantara faedah dari
ilmu ususl fiqh adalah sebagai berikut :
1)
mengokohkan kemampuan bagi mujtahid untuk menyimpulkan
hukum-hukum syar’i dari dalil-dalilnya di atas asas yang benar.[9]
2)
mengetahui
dasar-dasar dalam berdalil, dapat menjelaskan mana saja dalil yang benar dan
mana saja dalil yang palsu.
3)
mengetahui cara
berdalil yang benar, dimana
banyak kaum muslimin sekarang yang berdalil namun dengan cara yang salah.
Mereka berdalil namun dalil yang mereka gunakan tidaklah cocok atau sesuai
dengan pembahasan yang dimaksudkan, sehingga pemaknaan salah dan hukum yang
diambil menjadi keliru.
4)
Ketika pada jaman sekarang timbul perkara-perkara yang
tidak ada dalam masa nabi, terkadang kita bingung, apa hukum melaksanakan
demikian dan demikian, namun ketika kita mempelajari ushul fiqih,kita akan tahu
dan dapat berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan di dalam
al-qur’an dan hadits.
5)
Dalam ushul
fiqih akan dipelajari mengenai kaidah-kaidah dalam berfatwa, syarat-syaratnya
serta adab-adabnya. Sehingga fatwa yang diberikan sesuai dengan keadaan dari
yang ditanyakan.
6)
mengetahui sebab-sebab yang menjadikan adanya
perselisihan diantara para ulama dan juga apa alasan mereka berselisih,
sehingga dari hal ini kita akan lebih paham dan mengerti maksud dari
perbedaan pendapat tersebut, yang akhirnya kita bisa berlapang dada terhadap
perbedaan pendapat yang terjadi, bukannya saling mengejek dan menjatuhkan satu
sama lainnya.
7)
menjauhkan
seseorang dari fanatik buta terhadap para kiayi, ustadz atau guru-gurunya.
8)
menjaga aqidah
islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang yang
menyimpang.
9)
menjaga dari
kebekuan agama islam. Karena banyak hal-hal baru yang belum ada hukumnya pada
jaman nabi, dengan ushul fiqih, hukum tersebut dapat diketahui.
10)
Dalam ushul
fiqih, diatur mengenai cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil
yang benar dan diakui, tidak semata-mata pendapatnya masing-masing. Sehingga
dengan hal ini, debat kusir akan terhindari dan jalannya diskusi dihiasi oleh
ilmu dan manfaat bukannya dengan adu mulut.
11)
Dengan ushul
fiqih, kita akan mengetahui kemudahan, kelapangan dan sisi-sisi keindahan dari
agama islam.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1)
Ushul Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan jalan-jalan yang
ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil hukum dari dalil-dalil yang
berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang didasarkan kepadanya, dengan
memberi 'illat (alasan-alasan) yang dijadikan dasar ditetapkannya hukum serta
kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh syara'.”
2)
Obyek pembahasan Usul Fiqh itu mencakup ;Membicarakan dan
menyelidiki tentang keadaan dalil-dalil syar`i serta menyelidiki pula bagaimana
caranya dalil-dalil tersebut menunjukkan hukum-hukum yang berhubungan dengan
perbuatan mukallaf; Hukum,hakim, al-mahkum `alaih (mukallaf, subyek), al-mahkum
fih (perbuatan mukallaf, obyek).; Sumber-sumber hukum; Metode istinbat
hukum/mengeluarkan; Ijtihad, syarat-syarat, metode, dll.
3) Ada
3 metode penulisan ushul fiqh setelah masa Imam Syafi'i: Metode Mutakallimin, Metode
Fuqaha/Hanafiyah, Metode
yang menggabungkan kedua metode diatas.
4)
Ilmu usul fiqh bukanlah fiqh, tetapi ia sangat berguna
bagi kelangsungan ilmu fiqh. Karena ilmu usul fiqh membahas bagaimana kok hukum
di fiqh itu ada dan bagaimana cara mendapatkan hukum itu.
B.
SARAN DAN KRITIK
Demikian makalah ini kami buat untk memenuhi tugas mata
kuliah yang kami ikuti. Kalau ada saran dan kritik, kami menunggu untuk
perbaikan dimasa mendatang.
Kalau ada kesalaha penulisan ataupun pembahasan, harap
dijadikan periksa adanya hingga tidak ada keraguan lagi dalam pembahasan ini
Wabillai
taufiq wal hidayah, wassalamu alaikum wr. wb
DAFTAR PUSTAKA
As-Sayyid Muhammad
‘Alwiy Al’Maliki.Syarhu-Mandhumati’l-Waraqat fii usuli’l-fiqh
http://ryper.blogspot.com/2009/12/ushul-fiqih-2-manfaat-mempelajari-ushul.html
[1]
As-Sayyid Muhammad ‘Alwiy
Al’Maliki.Syarhu-Mandhumati’l-Waraqat.hal 14
[2]
As-Sayyid Muhammad ‘Alwiy Al’Maliki.Syarhu-Mandhumati’l-Waraqat.hal
10-11
[3] UIN Sunan Kalijaga
[4] As-Sayyid Muhammad ‘Alwiy
Al’Maliki.Syarhu-Mandhumati’l-Waraqat.hal 17
[5]
As-Sayyid Muhammad ‘Alwiy
Al’Maliki.Syarhu-Mandhumati’l-Waraqat.hal 18
[6]
Ibid hal 22
[7]
Ibid hal 25
[8]
http://islampeace.clubdiscussion.net/ushul-fiqih-f1/metodologi-penulisan-ushul-t6.htm
[9]
http://www.facebook.com/notes/belajar-ushul-fiqh/ushul-fiqh-1-definisi-dan-faedah-ushul-fiqh/109168816135
[10]
http://ryper.blogspot.com/2009/12/ushul-fiqih-2-manfaat-mempelajari-ushul.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda adalah motifasi bagi saya, agar saya bisa lebih baik..