PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akselerasi
dalam berbagai aspek kehidupan telah mengubah kehidupan yang berjarak menjadi
kehidupan yang bersatu. Pengetian kehidupan yang bersatu inilah yang kita kenal
sebagai era globalisasi. Di sudut manapun di dunia ini sekarang telah
terhubung, bergabung, bekerja sama untuk saling menguntungkan dan membantu satu
sama lain. Kerja sama yang dilakukan antar negara di berbagai bidang seperti
bidang ekonomi, politik luar negeri, tekhnogi informasi dan lainnya tentunya
membutuhkan suatu aplikasi yang dapatmengatur atau mengkontrol kooptasi
tersebut agar tidak ada yang dirugikan atau melanggar hak negara lain.
Dalam
perkembangan kehidupan bersama manusia yang cinderung semakin tidak mengenal
batas negara ini, boleh jadi kesepakatan antar negara-negara dalam
menyelesaikan berbagai pesoalan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian
internasional merupakan sumber hukum yang semakin penting. Hal itu disebabkan
karena perjanjian internasional sudah berhasil menciptakan norma-norma hukum
baru yang diperlukan untuk mengatur hubungan antar negara yang volumenya
semakin besar, itensitasnya semakin kuat, dan materinya semakin kompleks.
B. Permasalahan
Berkaitan dengan keterangan di atas kami sebagai penulis
melalui makalah ini akan membahas tentang; Apakah
pengertian Perjanjian Internasional ?, Penggolongan perjanjian internasional
dan Istilah-istilah yang terdapat dalam perjanjian internasional.
C. Tujuan
Tujuan kami menulis makalah ini selain untuk mejawab
permasalahan di atas juga untuk menyelesakan tugas yang diberikan oleh Guru Pkwn.
A. Pengertian Pejanjian Internasional
Seperti
halnya dalam memberikan pengertian hukum, politik maupun ilmu-ilmu social
lainnya, maka perjanjian internasionalpun sangat beragam. Berikut ini adalah
beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
Prof Dr.Mochtar Kusumaatmadja SH.LL.M
Perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan
akibat-akibat hukum tertentu.
Oppenheimer-Lauterpacht
Perjanjian internasional adalah
suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara
pihak-pihak yang mengadakannya.
G. Schwarzenberger
Perjanjian internasional adalah
suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang men imbulkan
kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional.
Konferensi Wina tahun 1969
Perjanjian internasional adalah
perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk
mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional
Perjanjian internasional baik
yang bersifat umum maupun khusus,yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang
diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersangkutan.
Jadi,
pada intinya Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan mengakibatkan hukum tertentu. Perjanjian
internasional sekaligus menjadi subjek hukum internasional. Perjanjian
internasional juga lebih menjamin kepastian hukum serta mengatur
masalah-masalah bersama yang penting.
Dinamakan perjanjian internasional jika perjanjian diadakan oleh subjek hukum internasional yang jadi anggota masyarakat internasional.
Dinamakan perjanjian internasional jika perjanjian diadakan oleh subjek hukum internasional yang jadi anggota masyarakat internasional.
B. Penggolongan Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional sebagai sumber formal
hukum internasional dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
- Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
- Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
- Segi hukum
- Segi batas wilayah
- Segi kesehatan.
Contoh :
- NATO, ANZUS, dan SEATO
- CGI, IMF, dan IBRD
- Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.
- Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.
Contoh :
- Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.
- Laut teritorial, batas alam daratan.
- Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.
- Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.
- Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
- Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi internasional organisasi internasional lainnya.
Contoh :
- Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE.
- Kerjasama ASEAN dan MEE.
- Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.
- Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties.
Contoh :
- Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.
- Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan korban perang).
- Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan Korban Perang.
- Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
- Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).
Contoh :
Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan,
akibat-akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara
saja yaitu Indonesia dan RRC.
1. Traktat (treaty), adalah perjanjian yang paling formal yang
merupakan persetujuan dari dua negara atau lebih. Perjanjian ini
menitikberatkan pada bidang politik dan bidang ekonomi.
2. Konvensi
(convention), adalah persetujuan formal yang bersifat multilateral, dan
tidak berkaitan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy).
3. Deklarasi
(declaration),adalah perjanjian internasional yang berbentuk traktat,
dan dokumen tidak resmi.
4.
Convenant, adalah anggaran dasar Liga Bangsa-Bangsa (LBB).
5. Charter,
adalah suatu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian
badan yang melakukan fungsi administratif.
6. Pakta
(pact), adalah suatu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang
lebih khusus (Pakta Warsawa).
7. Protokol
(protocol), adalah suatu dokumen pelengkap instrumen perjanjian
internasional, yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran
klausul-klausul tertentu.
8.
Persetujuan (Agreement), adalah perjanjian yang bersifat teknis dan
administratif. Sifat agreement tidak seresmi traktat atau konvensi, sehingga
diratifikasi.
9. Perikatan
(arrangement) adalah suatu istilah yang dipakai untuk masalah
transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Sifat perikatan tidak seresmi
traktat dan konvensi.
10. Modus
vivendi, adalah sebuah dokumen yang digunakan untuk mencatat
persetujuan internasional yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan
perjumpaan yang lebih permanen, terinci, dan sistematis serta tidak memerlukan
ratifikasi.
11. Proses
verbal, adalah suatu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau
kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatik atau catatan-catatan pemufakatan
yang tidak diratifikasi.
12. Ketentuan
penutup (final Act), adalah suatu ringkasan hasil konvensi yang
menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang
disetujui konvensi.
13. Ketentuan
umum (general act), adalah traktat yang bisa bersifat resmi maupun
tidak resmi.
D. Tahap-Tahap Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional biasanya dituangkan dalam
bentuk struktur perjanjian internasional yang lengkap dan dibuat melalui tiga
tahap, yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan, dan tahap ratifikasi.
1. Perundingan (Negotiation)
Tahapan ini merupakan suatu penjajakan atau
pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam
perundingan internasional ini negara dapat diwakili oleh pejabat negara dengan
membawa surat kuasa penuh (full powers/credentials), kecuali apabila dari
semula peserta perundingan sudah menentukan bahwa full power tidak diperlukan.
Pejabat negara yang dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan tanpa
membawa full power adalah kepala negara, kepala pemerintahan (perdana menteri),
menteri luar negeri, dan duta besar. Keempat pejabat tersebut dianggap sudah
sah mewakili negaranya karena jabatan yang disandangnya.
Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua pihak (bilateral) disebut pembicaraan (talk), perundingan yang dilakukan dalam rangka perjanjian multilateral disebut konferensi diplomati (diplomatik conference). Selain secara resmi terdapat juga perundingan yang tidak resmi, perundingan ini disebut corridor talk.
Hukum internasional dalam tahap perundingan atau negosiasi, memberi peluang kepada seseorang tanpa full powers untuk dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan internasional. Seseorang tanpa full powers yang ikut dalam perundingan internasional ini akan dianggap sah, apabila tindakan orang tersebut disahkan oleh pihak yang berwenang pada negara yang bersangkutan. Pihak yang berwenang tersebut adalah kepala negara dan/atau kepala pemerintahan (presiden, raja/perdana menteri). Apabila tidak ada pengesahan, maka tindakan orang tersebut tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.
Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua pihak (bilateral) disebut pembicaraan (talk), perundingan yang dilakukan dalam rangka perjanjian multilateral disebut konferensi diplomati (diplomatik conference). Selain secara resmi terdapat juga perundingan yang tidak resmi, perundingan ini disebut corridor talk.
Hukum internasional dalam tahap perundingan atau negosiasi, memberi peluang kepada seseorang tanpa full powers untuk dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan internasional. Seseorang tanpa full powers yang ikut dalam perundingan internasional ini akan dianggap sah, apabila tindakan orang tersebut disahkan oleh pihak yang berwenang pada negara yang bersangkutan. Pihak yang berwenang tersebut adalah kepala negara dan/atau kepala pemerintahan (presiden, raja/perdana menteri). Apabila tidak ada pengesahan, maka tindakan orang tersebut tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.
2. Tahap Penandatanganan
(Signature)
Tahap penandatanganan merupakan proses lebih
lanjut dari tahap perundingan. Tahap ini diakhiri dengan penerimaan naskah
(adoption of the text) dan pengesahan bunyi naskah (authentication of the
text). Penerimaan naskah (adoption of the text) yaitu tindakan perwakilan
negara dalam perundingan internasional untuk menerima isi dari perjanjian
nasional. Dalam perjanjian bilateral, kedua perwakilan negara harus menyetujui
penerimaan naskah perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian multilateral, bila
diatur secara khusus dalam isi perjanjian, maka berlaku ketentuan menurut
konferensi Vienna tahun 1968 mengenai hukum internasional. Penerimaan naskah
ini dapat dilakukan apabila disetujui sekurang-kurangnya dua pertiga peserta
konferensi.
Pengesahan bunyi naskah (authentication of the text) dilakukan oleh para perwakilan negara yang turut serta dalam perjanjian tersebut. Dalam perjanjian bilateral maupun multilateral pengesahan naskah dapat dilakukan para perwakilan negara dengan cara melakukan penandatanganan ad referendum (sementara) atau dengan pembubuhan paraf (initial). Pengesahan bunyi naskah adalah tindakan formal untuk menerima bunyi naskah perjanjian.
Pengesahan bunyi naskah (authentication of the text) dilakukan oleh para perwakilan negara yang turut serta dalam perjanjian tersebut. Dalam perjanjian bilateral maupun multilateral pengesahan naskah dapat dilakukan para perwakilan negara dengan cara melakukan penandatanganan ad referendum (sementara) atau dengan pembubuhan paraf (initial). Pengesahan bunyi naskah adalah tindakan formal untuk menerima bunyi naskah perjanjian.
Penandatanganan dilakukan oleh menteri luar negeri
(menlu) atau kepala pemerintahan. Dengan menandatangani suatu naskah
perjanjian, suatu negara berarti sudah menyetujui untuk mengikatkan diri pada suatu
perjanjian. Selain melalui penandatanganan, persetujuan untuk mengikat diri
pada suatu perjanjian dapat dilakukan melalui ratifikasi, pernyataan turut
serta (acesion) atau menerima (acceptance) suatu perjanjian.
3. Tahap Pengesahan
(Ratification)
Pengesahan atau ratifikasi adalah persetujuan
terhadap rencana perjanjian internasional agar menjadi suatu perjanjian yang
berlaku bagi masing-masing negara tersebut. Pengesahan perjanjian internasional
oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian
internasional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan
berdasarkan ketetapan yang telah disepakati oleh para pihak.
Setelah penandatanganan naskah perjanjian
internasional dilakukan oleh para wakil negara peserta perundingan, maka
selanjutnya naskah perjanjian tersebut dibawa pulang ke negaranya masing-masing
untuk dipelajari dengan seksama untuk menjawab pertanyaan, yaitu apakah isi
perjanjian internasional tersebut sudah sesuai dengan kepentingan nasional atau
belum dan apakah utusan yang telah diberi kuasa penuh melampaui batas
wewenangnya atau tidak. Apabila memang ternyata isi dalam perjanjian tersebut
sudah sesuai, maka negara yang bersangkutan tersebut akan meratifikasi untuk
menguatkan atau mengesahkan perjanjian yang ditandatangani oleh wakil-wakil
yang berkuasa,tersebut.
Ratifikasi bertujuan memberi kesempatan kepada negara peserta perjanjian internasional untuk mengadakan peninjauan dan pengkajian secara seksama apakah negaranya dapat diikat suatu perjanjian internasional atau tidak. Ratifikasi perjanjian internasional dibedakan menjadi tiga. Hal ini untuk mengetahui siapakah yang berwenang meratifikasi suatu naskah perjanjian internasional di negara tersebut. Ketiga sistem ratifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
Ratifikasi bertujuan memberi kesempatan kepada negara peserta perjanjian internasional untuk mengadakan peninjauan dan pengkajian secara seksama apakah negaranya dapat diikat suatu perjanjian internasional atau tidak. Ratifikasi perjanjian internasional dibedakan menjadi tiga. Hal ini untuk mengetahui siapakah yang berwenang meratifikasi suatu naskah perjanjian internasional di negara tersebut. Ketiga sistem ratifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
- Sistem ratifikasi oleh badan eksekutif, yaitu bahwa suatu perjanjian internasional baru mengikat apabila telah diratifikasi oleh kepala negara atau kepala pemerintahan. Misalnya saja pada pemerintahan otoriter seperti NAZI.
- Sistem ratifikasi oleh badan legislatif, yaitu bahwa suatu perjanjian baru mengikat apabila telah diratifikasi oleh badan legislatif. Misalnya adalah Honduras, Turki, dan Elsalvador.
- Sistem ratifikasi campuran (badan eksekutif dan legislatif), yaitu bahwa suatu perjanjian internasional baru mengikat apabila badan eksekutif dan legislatif sama-sama menentukan proses ratifikasi. Misalnya Amerika Serikat, Perancis, dan Indonesia.
Indonesia menganut sistem ratifikasi campuran,
yaitu ada peran lembaga eksekutif dan legislatif dalam meratifikasi perjanjian
internasional. Dalam UU RI No. 24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional,
ratifikasi atau pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan
undang-undang atau keputusan Presiden. Di Indonesia ratifikasi dengan
undang-undang harus terdapat persetujuan Presiden dan DPR secara bersama-sama
terhadap perjanjian internasional. Ratifikasi dengan keputusan Presiden hanya
mengisyaratkan adanya persetujuan Presiden terhadap perjanjian tersebut. Dasar
hukum sistem ratifikasi di Indonesia, terdapat dalam undang-undang Dasar 1945
yaitu pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945.
Perjanjian internasional yang dapat diratifikasi
dengan keputusan Presiden, diantaranya yaitu perjanjian induk yang berkaitan
dengan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi dan teknik
perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, serta penghindaran pajak berganda dan
kerjasama perlindungan penanaman modal.
Ratifikasi melalui undang-undang dapat dilakukan
terhadap perjanjian internasional yang menyangkut materi-materi di bawah ini,
- Politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara.
- Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara RI.
- Kedaulatan atau hak berdaulat negara.
- Hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
- Pembentukan kaidah hukum baru.
- Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Asas-asas perjanjian internasional
a. Pacta sun servanda,bahwa
setiaap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian
b. Kesamaan hak,artinya
antar pihak yang mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama
c. Reciprocitas,yaitu
tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas secara setimpal baik
tindakan positif maupun negatif
d. Courtesy,artinya
saling mengormati dan saling menjaga kehormatan negara
Berlakunya perjanjian
Mulai berlakunya perjanjian internasional didasarkan
pada hal-hal sebagai berikut:
a. sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dan
dituangkan dalam isi perjanjian
b. Terdapat kesepakatan lain (diluar isi perjanjian) tentang
mulainya perjanjian
c. Setelah penandatangan perjanjian
d. Setelah di ratifikasi
e. Sejak penyimpanan dokumen persetujuan
Hal-hal yang mengakibatkan batalnya suatu
perjanjian internasional adalah sebagai berikut:
1. Adanya penipuan dari negara peserta
2. Kecurangan seorang wakil dari suatu negara peserta
3. Paksaan dari seorang wakil dari suatu negara
4. Paksaan dari suatu negara dengan ancaman atau penggunaan
kekuatan
5. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum
nasional negara peserta
6. Terdapat unsur kesalahan berkenaan dengan fakta pada
waktu perjanjian dibuat
Berakhirnya perjanjian internasional
Menurut Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja S.H, dalam
bukunya ”Pengantar Hukum Internasional” mengatakan bahwa suatu perjanjian
berakhir karena hal-hal sebagai berikut.
1. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu
2. Masa berlaku perjanjian internasional itu sudah habis
3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau
punahnya objek perjanjian itu
4. Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri
perjanjian internasional itu
5. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian
meniadakan perjanjian yang terdahulu
6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai
dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi
7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu
peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain
Hal-hal penting dalam proses pembuatan perjanjian
internasional
Unsur-unsur yang penting dalam persyaratan adalah:
a. Harus dinyatakan secara formal/resmi
b. Bermaksud untuk membatasi,meniadakan atau mengubah akibat
hukum dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian itu
Mengenai persyaratan dalam perjanjian
internasional terdapat dua teori yang cukup berkembang yaitu:
a. Teori kebulatan suara
(unanimity principle). Persyaratan ini hanya berlaku bagi yang mengajukan
persyaratan jika persyaratan ini diterima oleh seluruh peserta
perjanjian,contohnya PBB,untuk menerima anggota baru memerlukan kebulatan suara
dari seluruh anggota
b. Teori Pan Amerika,perjanjian
ini mengikat yang dianut oleh organisasi-organisasi negara Amerika,contohnya
NATO dll.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tentang Perjanjian Internasional
kami dapat menyimplkan bahwa Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang
diadakan oleh masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan mengakibatkan hukum
tertentu. Penggolongan perjanjian internasional dapat diklasifikasikan menjadi
5 golongan, yakni berdasarkan Isi, proses/tahapan, subjek, pihak-pihak yang
terlibat dan Fungsinya.
Istilah-istilah
yang terdapat di dalam perjanjian internasional diantaranya adalah Traktat (treaty), Konvensi (convention), Deklarasi
(declaration), Convenant, Charter,
Pakta (pact), Protokol (protocol), Persetujuan
(Agreement), Perikatan (arrangement),
Modus vivendi, Proses verbal, Ketentuan penutup (final Act), Ketentuan umum (general act).Pembuatan perjanjian internasional
dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan,
dan tahap pengesahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda adalah motifasi bagi saya, agar saya bisa lebih baik..