BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fenomena perkembangan ilmu pendidikan diberbagai
bidang khususnya dibidang ilmu pengetahuan semakin pesatnya, dengan bukti-bukti
telah diketemukannya/diciptakannya teknologi-teknologi mutakhir, sangat cepat
mempengaruhi terhadap intelektual manusia sekiranya, kemampuan manusia dalam
keterampilan, komunikasi, elektronik, kemampuan mengidentifikasi benda-benda
langit, atau planet luar angkasa, itu semua berkat semakin majunya ilmu
pengetahuan.
Dengan tujuan pendidikan islam, untuk mewujudkan
dunia pendidikan terhadap insan-insan, kreatif, yang memiliki kemampuan tidak
lepas dari kendali IPTEK yang disertai IMTAQ, dengan demikian selain membentuk
manusia yang cerdasnya juga memiliki keyakinan yang istiqomah juga moral yang bermanfaat.
Maka pemakalah akan memaparkan bagaimana tujuan
pendidikan islam dan implikasinya ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan
isalam.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas penulis mempunyai rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana tujuan pendidikan islam
2. Bagaimana implikasi ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan
islam
C.
Tujuan
1. Tujuan umum:
Untuk lebih mengetahui sejauh mana
merupakan ilmu pengetahuan dalam pendidikan islam dan dampaknya terhadap watak
dan perilaku manusia.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui bagaimana tujuan pendidikan Islam
b. Untuk mengetahui implikasi ilmu pengetahuan dalam proses
pendidikan Islam
c. Memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan Pendidikan Menurut Islam
Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena ini tujuan
pendidikan islam, yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan islam.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, fungsi tujuan itu ada empat macam, yaitu:
1. Mengakhiri usaha
2. Mengarahkan usaha
3. Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan
lain, baik merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari
tujuan pertama.
4. Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
Sehubungan dengan itu maka tujuan mempunyai arti yang
sangat penting bagi keberhasilan sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman
yang harus ditempuh, tahapan sasaran serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan.
Karena itu kegiatan yang tanpa disertai tujuan sasarannya akan kabur, akibatnya
program dan keinginannya sendiri akan menjadi acak-acakan.
Drs. Ahmad D.Marimba mengemukakan
dua macam tujuan yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir.
a. Tujuan sementara
Yaitu sasaran sementara yang harus dicapai
oleh umat islam yang melaksanakan pendidikan islam. Tujuan sementara disini
yaitu, tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan
membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan,
kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.
Sedangkan kedewasaa rohaniah, bukanlah
merupakan sesuatu yang statis, melainkan merupakan sesuatu proses. Oleh karena
itu sangat sukarlah ditentukan kapan seseorang yang telah mencapai dewasa rohaniah
dalam arti kata yang sesungguh-sungguhnya. Ukuran-ukuran mengenai hal inipun bersifat
teoritis dan juga merupakan ukuran gradual saja (lebih atau kurang). Seseorang
dinyatakan telah mencapai dewasa rohaniah apabila ia telah dapat memilih
sendiri, memutuskan sendiri dan bertanggung jawab sendiri sesuai dengan
nilai-nilai yang dianutnya. Dengan demikian maka mencapai kedewasaan ini hanya merupakan
tujuan sementara untuk menuju kepada tujuan akhir.
b. Tujuan akhir
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam yaitu
terwujudnya kepribadian muslim. Sedangkan kepribadian muslim disini adalah
kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran
islam. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba aspek-aspek keprobadian itu dapat
digolongkan kepada 3 hal, yaitu:
a. Aspek –aspek kejasmaniahan;
meliputi tingkah laku luar yang lebih nampak dan ketahuan dari luar, misalnya:
cara-cara berbuat, cara-cara berbicara dan sebagainya.2
b.
Aspek-aspek kejiwaan, meliputu aspek-aspek yang tidak segera dapat
dilihat dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-cara berpikir, sikap (berupa
pendirian atau pandangan seseorang dalam menghadapi seseorang atau sesuatu hal)
dan minat.
c.
Aspek-aspek kerohanian yang luhur; meliputi aspek-aspek kejiwaan
yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup da kepercayaan. Ini meliputi sistem
ilai-nilai yang telah meresap didalam kepribadian itu, yang telah menjadi
bagian dan mendarah daging dala kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi
corak seluruh kepribadian individu itu. Bagi orang yang beragama, aspek-aspek
inilah yang menuntunnya kedalam kebahagian, bukan saja didunia tetapi juga
diakhirat. Aspek-aspek inilah memberi kualitet kepribadian keseluruhannya.
Ringkasan yang dimaksud dengan kepribadian muslim ialah
kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya,
kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukan
poengabdian kepada tuhan dan, penyerahan diri kepada-Nya.
Drs. Muhammad Zen mengatakan didalam bukunya Materi
Filsafat Pendidikan Islam: kepribadian muslim ini akhirnya tidak akan terlepas
dari berpilih tiga yaitu: Iman. Islam, dan Ihsan, sebagaimana yang tersebut
dalam sebuah hadis yang cukup panjang yaitu ketika Nabi Muhammad SAW kedatangan seorang yang tidak dikenal yang
kemudian tidak lain adalah Malaikat Zibril sendiri yang mengadakan test
mengenai yang dimaksud tiga pokok diatas, dan ternyata Nabi dapat menjawab
dengan benar. Mengenai Ikhsan diterangkan dalam hadis:
Artinya:
“Ihsan
ialah bahwa engkau menyembah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak
melihat-Nya maka ia melihatmu”
(HR.Muslim)
Kadang-kadang kepribadian muslim itu juga disebut dengan
istilah takwa yang artinya dengan mengerjakan perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya. Kalau diartikan demikian memang dalam menjalankan segala
suruhan itu akan banyak sekali hal-hal yang termasuk di dalamnya apalagi
sekaligus dikaitkan dengan menjauhi larangannya. Sedangkan kedudukan keduanya
telah diterangkan pula di depan sebagai pegangan yang kuat dan tidak akan
tersesat apabila berpegangan kepada keduanya.
Rasulullah pernah bersabda:
Artinya:
“Aku
tinggalkan kepadamu dua perkara, jika kamu berpegang teguh kepadanya, maka kamu
tidak akan sesat sesudahku, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”
Artinya:
“Bahwa
engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Hari Akhir, dan engkau
percaya kepada Qadar yang baik dan buruk.”
(HR.Muslim)
Salah satu ayat mengenai takwa dan hubungan nya dengan
pribadi muslim juga disebut dalam surat Al-Imran ayat: 102, yaitu supaya
bertakwa kepada Allah, hidup selamanya dan mati jugadalam keadaan berpribadi
muslim.
Artinya:
“Bertakwalah kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh takwa, dan janganlah
kamu mati melainkan dalam keadaan Islam ( muslim)”
Menurut Imam Ghazali tujuan pendidikan yaitu pembentukan
insan baik didunia maupun di akhirat. Menurut Imam Ghazali manusia dapat
mencapai kesempurnaanapabila mau berusaha mencari ilmudan selanjutnya
mengamalkan atau Fadilah mengenai
ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Fadilah ini selanjutnya dapat membawanya
untuk dekat kepada Allah dan akhirnya membahagiakannyahidup didunia dan
akhirat. Dalam halini beliau berkata:
Apabila saudara memperhatikan ilmu pengetahuan,
niscaya saudara akan melihatnya suatu kelejatan padanya, sehingga merasa perlu
mempelajarinya dan niscaya saudara bakal
mendapatkan ilmu itu sebagai sarana menuju ke kampung akhirat beserta kebahagiannya
dan sebagai media untuk bertaqarrub
kepada Allah SWT, yang mana taqarrub itu tidak dapat diraihnya jika tidak
dengan ilmu tersebut. Martabat yang paling tinggi yang menjadi hak bagi manusia
adalah kebahagiaan yang abadi. Dan sesuatu yang paling utama ialah sesuatu yang
mengantarkan kepada kebahagiaan itu.
Kebahagiaan tidak dapat dicapai kalu tidak melalui ilmu dan amal, dan amal itu
tidak dapay diraih sekiranya tidak melalui ilmu dan cara pelaksanaan
mengamalkannya. Pangkal kebahagaiaan didunia dan akhirat adalah ilmu
pengetahuan. Oleh karena mencari ilmu itu sendiri termasuk amal utama.
Ringkasnnya bahwa tujuan pendidikan ini adalah membina
insan paripuna yang taqarrub kepada Allah, bahagia didunia dan akhirat. Tidak
dapat dilupakan pula orang yang rajin mengikuti pendidikan akan memperoleh
kelezatan ilmu yang dipelajarinya dan kelezatan ini pula dapat mengantarkan
kepada pembentukan insan faripurna
sebagai mana penjelasan di atas.
Prof. Dr. M.Athiyah Al Abrasy mengemukakan tentang
tujuan pendidikan dalm satu kata yaitu fadilah/keutamaan.
Kemuadian dalam uraiannya yang dimaksud
ialah:
”Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud
dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala
macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak
dan jiwa mereka, mennanamkan rasa fadilah (keutamaan) membiasakan mereka dengan
kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang suci
seluruhnya, ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan
islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Dan beliau juga
mengutip pendapat pada Al Ghazali: tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan
diri kepada Allah, bukan pangkat dan bermegah-megahan dan janganlah hendak
seorang pelajar itu belajar untuk mencari pangkat,. Harta, menipu orang bodoh
atau bermegah-megah dengan kawan.”
Searah dengan tersebut diatas ialah pendapat yang
dikemukakan oleh Dr. Omar Al Taumy yang menyatakan sebagai berikut.
Tentang tujuan-tujuan individual yang ingin dicapai
oleh pendidikan Islam, maka pada keseluruhannya berkisar pada pembinaan pribadi
muslim yang berpadu pada perkembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi,
intelektual dan sosial. Atau dengan lebih jelas lagi, ia berkisar pada
keseluruhannya pada pembinaan warga negara muslim yang baik, yang percaya
kepada tuhan dan agamanya, berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agamanya, berakhlak
mulia yang timbul dari agamanya, sehat jasmani, berimbang dalm
motivasi-motivasi, emosi, dan keinginan-keinginannya, sesuai dengan dirinya dan
orang lain, bersenjatakan ilmu dan pengetahuan, dan sadar akan masalah-masalah
masyrakat bangsa dan zamannya, halus perasaan seninya dan sanggup merasakan
keindahan dalam segala bentuk dan coraknya, sanggup menggunakan masa luangnya
dengan bijaksana dan berfaedah, mengetahui hak dan kewajiban-kewajibannya,
memikul tanggung jawab terhadap diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan
kemanusiaan seluruhnya dengan kesadaran, dengan keikhlasan dan kebolehan,
menghargai kepentingan kehidupan keluarga secara khas dan besedia memikul
tanggung jawab yang berkorban yntuk meneguhkan dan memperkuatnya”.
Abdul Fathah Jalal dalam bukunya yang berjudul Min
UsulitTerbiyatil Fiil Islam yang dialihkan bahasakan Drs. Herry Noer Ali
mengelompokan tujuan pendidikan Islam
kedalam tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu menjadiakn manusia sebagai
abdi atau hamba Allah SWT yang senantiasa mengagungkan dan membesarkan asma
Allah SWT dengan meneladani Rasulullah saw, menjujung tinggi ilmu pengetahuan,
suka mempelajari segala yang bermanfaat
baginya dalam merealisasikan tujuan yang telah digariskan oleh Allah SWT. (Q.S.
Surat Al-Alaq, ayat 1-5).
B.
Implikasi Ilmu Pengetahuan dalam Proses Pendidikan Islam
Sejak awal kelahirannya Islam baik secara normatip
filosopis maupun aplikatif telah memberikan perhatian yang besar terhadap
pentingnya sains dan teknologi. Ayat yang pertama kali turun yaitu ayat 1-5
surat Al-alaq (96) antara lain perintah membaca dan menulis dalam arti yang
seluas-luasnya. Kata “membaca” yang diulang sebanyak dua kali (ayat 1-3)
sebagaimana dikemukakan A. Baiquni, bukan hanya berarti membaca rangkaian huruf
menjadi kata-kata, atau rangkaian kata-kata menjadi kalimat sebagaimana yang
umumnya dipahami orang kebanyakan, melainkan juga berarti meneliti,
mengobservasi, menelaah, mengklasifikasi, membandingkan, menyimpilkan dan
mengverifikasi. Semua kegiatan yang terdapat dalam arti membaca ini merupakan
kegiatan dalam rangka menghasilkan sain dan teknologi. Selain itu, kata kerja
perintah (bacalah), sebagaimana terdapat dalam surat Al-alaq tersebut tidak
memiliki maf’ul (objek). Menurut para mufasir, kata kerja perintah (fi’il Amar)
yang tidak memiliki maf’ul (objek) tersebut menunjukan bahwa yang dibaca itu
amat luas, yakni selain Al-Qur’an, juga fenomena atau ayat-ayat tuhan yang
terdapat dalam jagat raya (sunattullah) ayat-ayat Tauhan yang terdapat pada
masyarakat (ayat insaniyah), tanda-tanda zaman, dan lain sebagainya.
Demikian pila kata menulis (al-qalam) sebagaimana
yang tedapat pada ayat 4 surat al-alaq tersebut, tidak hanya berarti menulis,
sebagaimana yang umumnya dipahami, yakni menulis huruf-huruf, kata-kata atau
kalimat, melainkan juga membuat rekaman, foto, gambar, menggambar, menyimpannya
dalam disket, VCD, dan lain sebagainya.semua kegiatan ini amat erat kaitannya
dengan kerja sais dan teknologi.
Selanjutnya islam juga mengajarkan bahwa dengan
bantuan sain dan teknologi seseorang akan dapat menyelsaikan dan memecahkan
masalah keduiaan dan akhirat. Karenanya setiap pekerjaan dalam Islam harus
berbasis sains dan teknologi. Pekerjaan dalam Islam harus memanfaatkan dan
motivasi yang tulus karena panggilan tuhan. Namun dalam dalam mengerjakan
pekerjaan tersebut harus memanfaatkan sains dan teknologi. Pekerjaan, bahkan
ibadah dalam Islam tidak akan diterima Tuhan jika tidak disertai ilmu
pengetahuan. Pekerjaan yang didasarkan pada iman dan ilmu pengetahuan itu lah yang memiliki nilai disisi
tuhan.
Selanjutnya, H.M. Quraish Shihab, pakar Tafsir
Al-Qur’an di Indonesia, dalam hasil penelitiannya menyatakan, Al-Qur’an mengunakan
kata ilmu dalam berbagai bentuk dan artinya
sebanyak 854 kali, dengan arti antara lain sebagai “Proses pencapaian pengetahuan
dan objek pengetahuan (QS Al-baqarah [2]: 31-32). Pembicaraan tentang ilmu
mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu disamping
klasifikasi dan ragam disiplinnya.
Namun demikian, H.M. Quraish Shihab menggingatkan
bahwa membahas antara Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dengan melihat,
misalnya adakah teori relativitas atau komsep tentang angkasa luar; atau adakah
ilmu komputer tercantum dalam Al-Qur’an; tetapi yang lebih utama adalah melihat
adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta
adakah ayat Al-Qur’an yang bertentangan dengan penemuan ilmiah yang telah
mapan? Dengan kata lain, meletakannya pada sisi “social psycology” (psikologi sosial) bukan pada sisi “history of scientific progress” (sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan). Anggaplah bahawa setiap ayat dari 6.226 ayat
yang tercantum dalam Al-Qur’an(menurut perhitungan ulama kufah) mengandung
suatu teori ilmiah , kemudian apa hasilnya? Apakah keuntungan dengan
mengetahuai teori-teori tersebut bila masyarakat tidak diberi “hidayah” atau
petunjuk guna kemajuan ilmu pengetahuan atau menyingkirkan hal-hal yang dapat
menghambatnya?
Sejarah membuktikan bahwa Galileo, ketika
mengungkapkan penemuannya bahwa bumi ini beredar, tidak mendapat counter
(penolakan) dari suatu lembaga ilmiah . tetapi masyarakat tempat ia hidup malah
memberikan tantangan kepadanya atas dasar-dasar kepercayaan dogma, sehingga
akhirnya menjadi korban tantangan tesebut atau korban penemuannya sendiri. Hal
ini adalah akibat dari belum terwujudnya syarat-syarat sosial dan psikologis
yang diebutkan diatas. Dari segi inilah kita dapat menilai hubugan Al-Qur’an
dengan ilmu pengetahuan.
Salah satu faktor terpenting yang dapat menghalangi
perkembangan ilmu pengetahuan terdapat dalam diri manusia sendiri. Para
psikolog menerangkan bahwa tahap-tahap perkembangan kejiwaan dan alam fikiran
manusia dalam menilai suatu ide umumnya melalui tiga fase. Fase pertama,
menilai baik buruknya suatu ide dengan ukuran yang mempunyai hubungan dengan
alam kebendaan (materi) atau berdasarkan pada pancaindera yang timbul dari
kebutuhan-kebutuhan primer. Fase kedua, menilai idfe tersebut dari penjelmaan
diri pribadi seseorang. Ia menjadi baik, bila tokoh A yang melakukan atau
menyatakannya baik, dan menjadi buruk bila dinyatakannya buruk. Fase ketiga,
(fase kedewasaan) adalah suatu penilaian tentang ide yang didasarkan atas
nilai-nilai yang terdapat pada unsur-unsur itu sendiri, tanpa terpengaruh oleh
faktor-faktor eksternal yang menguatkan atau melemahkannya (materi dan
pribadi).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Rasulullah SAW. Lihatlah
apa yang dikatakan , dan jangan lihat orang yang mengatakannya. (HR Abu
Hurairah). Dengan demikian, secara normatif, (berdasarkan Al-Qur’an dan
Al-Sunnah) , bahwa ajaran Islam memiliki tingkat berfikir yang sangat dewasa
yang selanjutnua menjadi salah satu syarat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, secara historis umat Islam selain sangat
berjasa dalam menyelamatkan ilmu pengetahuan dari kepunahan sebagai akibat dari
pertentangan politik dan ideologis, juga telah memberikan sumbangan yang besar,
baru, dan orisinal dalam bidang ilmu pengetahuan. Sejarah mencatat bahwa
pengetahuan pernah berkembang di Yunani, Romawi, Cina, India dan Persia. Namun,
ilmu pengetahuan tersebut, pada saat Islam datang, sedang berada diambang
kehancuran. Umat Islam lah yang menyelamatkan warisan ilmu pengetahuan
tersebut, dengan cara menumbuhkan kembali semangat dan jiwa meneliti dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, serta memberikan apresiasi dan penghargaan yang
tinggi bagi orang yang melakukannya. Apresiasi yang diberikan Islam ini merata
diseluruh wilayah kekuasaan Islam pada masa itu, seperti di Baghdad (Irak),
Cardova (Spanyol), Mesir, Persia (Iran sekarang) dan sebagainya. Beberapa
khalifah berusaha memberikan dukungan dan fasilitas yang cukup besar bagi
kegiatan tersebut. Berbagai warisan ilmu pengetahuan tersebut telah diolah,
disegarkan, didialektikan, dan diberikan spirit dan jiwa sesuai dengan karakter
ajaran Islam yang memadukan antara iman, ilmu dan amal, material dan spiritual;
transedenental dan profan; kebutuhan individu dan masyarakat, keterbukaan,
objektivitas, berbasis riset dan penalaran, dan seterusnya. Melalui proses ini
umat Islam berhasil memelihara, menumbuhkan dan mengembangkan, menciptakan dan
menemukan temuan-temuan yang baru yang bukan hanya dalam bidang ilmu agama
Islam seperti tafsir, hadis, fikih, kalam, filsafat dan tasawuf, melainkan juga
dalam bidang matematika, fisika, kimia, biologi, pertanian, astronomi,
kedokteran, dan sebagainya. Berbagai hasil usaha dan nkerja keras umat Islam
masa lalu hingga saat ini masih dapat dijumpai dengan mudah diberbagai belahan
dunia, yaitu pada berbagai perpustakaan Universitas, pusat-pusat riset, kajian
dan sebagainya.
Dengan mengemukakan informasi
normatif dan historis tersebut diatas, kiranya dapat dikatakan, bahwa umat
Islam bukanlah pengham,bat perkembangan ilmu pengetahuan, malah justru
sebaliknya sebagai penggagas, pelopor, pioner, pengembang, penemu, dan sekaigus
pengguna ilmu pengetahuan. Melalui proses ini umat Islam tampil sebagai
pengawal jalan sejarah dan peradaban umat manusia selama kurun waktu lebih dari
tujuh abad (mulai dari abad ke 7 s.d 13 masehi).
Spanyol (Andalus) pada masa itu tak ubahnya seperti America
Serikat pada zaman sekarang. Demikian pula Baghdad pada masa itu tak ubahnya
seperti Jerman dan Itali; dan Mesir pada masa itu tak ubahnya seperti Jepang
dimasa sekarang.
Mulai abad
ke 14, ilmu pengetahuan tersebut terlepas dari gemgaman umat Islamdengan segala
akibatnya berupa keterbelakangan dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan,
sosial, dan lain sebagainya.dan mulai abad ke- 20 timbul kembali kesadaran dari
sebagian kecil umat Islam untuk merebut kembali kejayaaan Islam dalam bidang
ilmu pengetahuan dengan jalan selain mengambil alih ilmu pengetahuan Islam yang
telah diambil oleh Erofa dan barat dengan cara terlebih dahulu di Islam-kan,
juga dengan cara menumbuhkan kreativitas dan pradigma baru dalam ilmu
pengetahuan sesuai dengan ajaran Islam. Berbagai studi dan kajian tentang
sebab-sebab kemerosotan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan masih terus
dikaji hingga sekarang. Hasilnya antara lain, karena umat islam lebih
berorientasi pada akhirat, agama, moral, akhlak, tasawuf, dan hati nurani tanpa
mengimbanginya dengan orientasi keduniaan, ilmu pengetahuan, keberanian
berijtihad, dan menggunakan akal fikiran. Sebab lainnya, karena sikap aprirori
dan buruk sangka terhadap segala sesuatu yang berasal dari asing (khususnya
dari Erofa dan Barat) , karena Erofa dan Barat pe4rnah menjajah umat Islam.
Sebab lainnya, adalah mereka tidak mau peduli terhadap berbagai problema yang
dihadapi masyarakat.
Uraian tersebut selain menunjukan
bahwa Islam sangat mendorong pengembangan ilmu pengetahuanjuga menggunakannya
untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tuntutan ajaran
Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan tujuan pendidikan Islam pembentukan
ihsan baik didunia dan di akhirat. Imam Al-Ghojali mengungkapkan manusia dapat
mencapai kesempurnaan dengan cara berusaha mencari ilmu pengetahuan kemudian
mengamalkan niscaya akan memperoleh fadilah.
H.M Quraish Shihab mengingatkan bahwa perubahan
Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dengan malaikat teori relativitas saja
melainkan yang lebih utama adalah jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan dalam
pengetahuan atau sebaliknya.
Dengan kata lain dengan ilmu implikasi pengetahuan dalam
proses pendidikan Islam hanya untuk lebih mendekatkan diri pada pencipta ilmu
pengetahuan Allah Rubul Izati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Drs. Ahmad D. Marimba, Pengamat
Fislafat Pendidikan Islam.
2. Drs. Muhammad Zein, Materi
Filsafat Pendidikan Islam.
3. Drs. H. Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan Islam.
4. Prof. Dr. H. Abudinnasa, MA., Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multi disiplin.